REAKTIFNEWS.com, SINGKAWANG – Peralihan dari El Nino ke La Nina membawa tantangan baru. Kesiapsiagaan dan mitigasi bencana perlu ditingkatkan.
BMKG sebelumnya telah memperkirakan kondisi El Nino akan berakhir pada awal 2024, diikuti oleh La Nina pada akhir musim panas dengan kemungkinan 65 persen terjadi antara Juli hingga September.
La Nina, yang ditandai dengan suhu permukaan laut lebih dingin di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, biasanya membawa curah hujan lebih tinggi di Indonesia. Peningkatan ini dapat berdampak positif pada wilayah yang mengalami kekeringan, tetapi juga meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor.
Selama El Nino, wilayah di Indonesia sering mengalami musim kemarau panjang dan intens. Kekurangan air yang berkepanjangan tidak hanya mengancam ketahanan pangan, tetapi juga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan. Bahkan, 2019 silam, El Nino berkontribusi pada kebakaran hutan besar di Kalimantan dan Sumatra, yang mengakibatkan kabut asap tebal dan gangguan kesehatan serius.
Hal tersebut berdampak sangat merugikan kesehatan masyarakat dan perekonomian lokal yang bergantung pada sektor pertanian dan kehutanan.
Sebaliknya, La Nina cenderung meningkatkan curah hujan yang dapat menyebabkan banjir di berbagai wilayah Indonesia. La Nina menyebabkan banjir besar di Kelurahan Semelagi Kecil, Kota Singkawang dan sekitarnya, memaksa masyarakat setempat mengungsi.
Curah hujan tinggi juga meningkatkan risiko tanah longsor, sebagaimana pernah terjadi di daerah Gunung Sari, Kelurahan Pasiran, Kota Singkawang. Bencana ini menunjukkan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi perubahan cuaca ekstrem bagi Kota Singkawang khususnya.
Perlu langkah konkret
Peralihan dari El Nino (musim kering) ke La Nina (musim basah) membawa tantangan baru bagi Kota Singkawang khususnya. Meskipun La Nina dapat membawa hujan yang sangat diperlukan setelah periode kekeringan, risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor tetap tinggi.
Kesiapsiagaan dan mitigasi bencana di Kota Singkawang perlu terus ditingkatkan. Pemerintah Kota Singkawang diharapkan juga perlu memperkuat sistem peringatan dini dan memastikan informasi cuaca tersebar dengan cepat dan tepat.
Bahkan, integrasi data geologi dan meteorologi dalam perencanaan Kota Singkawang dan pembangunan infrastruktur sangat penting untuk mengurangi risiko bencana di masa depan. Pendidikan dan pelatihan mengenai kesiapsiagaan bencana harus menjadi prioritas dalam kurikulum sekolah dan program komunitas untuk membangun masyarakat yang tangguh dan siap menghadapi berbagai ancaman alam.
Namun demikian, Peningkatan ketahanan terhadap bencana alam di Kota Singkawang memang bukanlah tanggung jawab satu pihak saja. Sayangnya, kolaborasi antara Pemkot Singkawang, lembaga penelitian, dan masyarakat sipil justru hingga saat ini masih dirasakan kurang optimal.
Momentum ini harus dimanfaatkan, sebagai titik balik untuk memperkuat kewaspadaan dan kesiapsiagaan bencana di Kota Singkawang. Pemkot Singkawang bisa memulainya dari sekarang, tak perlu menunggu waktu. Semua pihak harus bersatu dan bekerja sama untuk mempersiapkan diri dan komunitas kita menghadapi tantangan alam di masa depan. Semoga!!! (RN-TIM)
Editor: Topan Wahyudi Asri
Sumber: Newsroom reaktifnews.com