Singkawang, REAKTIFNEWS.com
Banyaknya hambatan memperjuangkan lahan atau tanah hak miliknya hingga Sintunata (80), akhirnya terpaksa membeberkan kepada publik terkait kerugian yang dideritanya.
Sintunata menyebut bahwa bangunan Holy Kost tersebut masuk dalam tanah milik Sintunata, bahkan ia menuturkan sebelum Holy Kost dibangun pada lahan itu disewakan untuk warung kopi.
“Setelah warung kopi dibongkar, selesai disewakan. Saya mendatangi kepala tukang dengan hormat dan menyampaikan agar kepala tukang sampaikan ke bos dia atas permasalahan tanah tersebut,” tutur Sintunata, Rabu (21/06/2023).
Lanjutnya, ketika proses pembangunan Holy Kost juga diyakininya tidak pernah meminta izin tetangga yang berbatasan, utamanya kepada Sintunata yang berbatasan langsung.
Hingga usai Holy Kos dibangun, Sintunata kembali mengkonfirmasi kepada pihak holy kost 90% dengan menyerahkan foto kopy SKT warkah asal maupun SKT jual beli dengan Bong Teth Hoi kepada kepala tukang agar disampaikan kepada bos (Bong Teth Hoi).
Upaya itu juga diakui Sintunata tidak diperdulikan. Lanjutnya, ia dijumpai RT setempat dan lurah termasuk pihak kecamatan. “Mereka bilang saya, pak sintunata, kamu mau minta apa? Saya jawab, saya minta kosongkan tanah saya kembali. Lalu si Asin itu hantam meja, orang kecamatan sampai nasehati dia jangan gitu tidak boleh. Lalu lurah bilang disitu, kalau ini masalah tidak selesai disini jangan lagi ke kantor saya. Sebelum lurah itu pergi, saya bilang dia, bapak gentelmen dan saya pastikan masalah ini saya tidak bakal ke kantor bapak,” kata Sintunata.
Kemudian lanjut Sintunata usai lurah pergi, dua orang dari kecamatan saat itu yang ingin menengahi kemudian coba mengukur dan turut direkam anak asin jelas-jelas 30 CM terkena tiang .
Bahkan setelah kejadian pengukuran yang disaksikan pihak kecamatan dan direkam oleh anaknya Asin, pihak kecamatan menghubungi anak Sintunata guna melakukan mediasi.
“Ini masalah tidak ada urusan dengan anak saya. Mediasi dari pihak kecamatan sudah benar, hanya dalam hal ini sepertinya pihak holy kost itu tekan anak saya untuk bujuk saya. Saya tegaskan, jangan desak anak saya karena ini tidak ada urusan dengan anak saya,” terang Sintunata.
“Anak saya bilang sudahlah pak, jangan begini. Anak saya pikir saya perlu uang, padahal ini bukan soal uang. Saat itu saya diam, saya kasihan sama anak saya saja,” lanjutnya.
Kemudian saya temui notaris untuk minta bantu untuk menyelesaikan masalah dimaksud. Sepertinya notaris juga sudah berupaya menghubungi pihak BPN, sebab menurut Sintunata pihak BPN memang ada ke lokasi yang ia permasalhkan. Namun pihak BPN juga tidak melakukan pengukuran.
“BPN datang 10 menit ke lokasi tapi tidak ukur, ini ada apa,” terang Sintunata.
Usai itu, Sintunata kembali minta bantuan seseorang rekannya inisial AN, bahkan dari keterangan AN menyebutkan bahwa pihak BPN menyarankan untuk menjumpai pihak Holy Kost untuk menyelesaikan masalah tersebut. “Sampai sekarang itu si AN tidak pernah ketemu saya lagi. Barang saya bukan curi bukan bangsat, kenapa jadi begini,” terang Sintunata.
Tidak hanya itu, Sintunata juga kemudian minta bantuan kepada seorang biro jasa setelah kejadian minta bantuan AN. Biro jasa tersebut menurut Sintunata juga biasa mengurus masalah pertanahan dan kemudian dipercayakan Sintunata untuk mengurus pengukuran ulang dan menghadap ke BPN.
“Dia ke BPN, katanya orang BPN bilang jangan urus masalah saya karena Sintunata justru dapat lebih tanah, gitu kata orang BPN,” terang sintunata.
Yang jadi pertanyaan Sintunata juga bahwa dimanapun orang mau membuat atau mendirikan bangunan pasti harus mengurus IMB. Sementara menurut pengakuan Sintunata, hingga saat ini dirinya tidak pernah meberikan persetujuan alias tanda tangan untuk berdirinya bangunan Holy Kos tersebut.
“Sampai saat ini saya tidak pernah tanda tangan kasi izin untuk syarat IMB, saya jadi heran kok dia bisa mendirikan bangunan itu,” ujarnya. (Moh/RN)