PRESTASI dan gengsi atau prestise, dua kata yang sangat mirip jika diucapkan, tetapi dua makna yang berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan prestise adalah wibawa (perbawa), kebanggan yang berkenaan dengan prestasi atau kemampuan seseorang.
Prestasi dan gengsi adalah dua hal yang mungkin selalu hadir Bersama. Prestasi selalu terkait dengan gengsi. Jadi tidak heran jika setiap orang berlomba-lomba untuk mencapai prestasi tertentu agar dapat prestise alias gengsi.
Tetapi jika pencapaian prestasi hanya bertujuan semata-mata untuk prestise alias gengsi, ada kecendrungan cara yang dipilih bukanlah cara yang baik, cara instan, menghalalkan segala cara. Yang berprestasi pasti dapat prestise. Namun yang berprestise belum tentu berprestasi.
Kalau ada sebuah pemerintah Kota demi memperoleh penghargan UMKM sebagai Kota yang dianggap berhasil dalam Pemanfaatan dan Penggunaan Produk Usaha Mikro Kecil dan Koperasi tetapi dengan cara manipulasi hanya demi pencitraan, maka kepala daerah tersebut sedang mengejar prestise bukan prestasi.
Kalau ada Pj Walikota yang menyuap Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) supaya mendapatkan predikat audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan Pemerintah yang dipimpinnya kemudian tertangkap KPK atau oleh APH lainnya terkait kasus mafia tanah atau memang belum saatnya tertangkap, maka Pj Walikota itu sedang mendahulukan prestise ketimbang prestasi.
Atau bigini sajalah mudahnya, semisal ada seseorang yang pergi ke sebuah resepsi, kemudian pergi membawa perempuan cantik dikenalkan ke para tamu undangan lainnya sebagai istrinya padahal bukan istrinya melainkan perempuan sewaan dan istrinya dibiarkan di rumah karena merasa tidak “PD” (percaya diri) dibawa ke resepsi berarti orang itu sedang mengejar prestise. Dan tentu saya tidak berharap orang itu adalah anda pak Wali, wkwkwk. (TIM-RN)
Editor: newsroom reaktifnews.com
Penulis: TWA