REAKTIFNEWS.COM, SINGKAWANG – Beberapa rumah sakit, baik swasta maupun negeri, menyiagakan layanan kesehatan jiwa untuk mengantisipasi dampak pemilu 2024. Para psikiater atau kalangan Dokter jiwa mengingatkan bahwa pemilu harus menyenangkan.
Dampak psikologis terhadap pemilu cukup luas, mulai dari risiko stres dan kecemasan menjelang pemungutan suara hingga kurangnya persiapan dalam menerima hasil yang tidak diharapkan. Setiap orang menghadapi risiko ini, baik yang terpilih maupun yang tidak terpilih, dan para pemilih mempunyai ekspektasi tertentu.
“Urutannya begini. Dimulai dengan stres dulu, stres adalah berada dalam suatu keadaan di mana kita tidak bisa menghadapi tekanan. Itu namanya state of stress,” kata dr Ashwin Kandouw, SpKJ, dalam perbincangan dengan wartawan, Selasa (13/2/2024).
“Stres ini kalau berkelanjutan bisa jadi cemas, bisa jadi depresi, dan bisa juga jadi psikosis,” jelasnya.
Menurut dr Ashwin, beberapa gejala depresi yang perlu diwaspadai terkait dampak pemilu antara lain:
- Sedih berkepanjangan hingga lebih dari 2 pekan
- Kehilangan kesenangan dari hobi-hobinya
- Penurunan energi sehingga cepat lelah
- Penurunan konsentrasi sehingga susah fokus
- Perubahan pola makan, baik susah makan atau jadi berlebihan
- Perubahan pola tidur, jadi susah tidur atau tidak nyenyak
- Kecenderungan menarik diri dari sosialisasi dan pergaulan
- Penurunan rasa percaya diri
- Muncul keraguan dan kesulitan untuk mengambil keputusan
- Pada kondisi yang lebih berat, muncul kecenderungan melukai diri sendiri dan mengakhiri hidup.
Stres yang berkelanjutan dan tidak tertangani dapat berkembang tidak hanya menjadi depresi, tapi juga memicu kondisi psikosis. Cirinya adalah ketidakmampuan mengenali realita, misalnya ketika muncul halusinasi atau mendengar suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
“Waham juga begitu. Misalnya dia kalah, tapi terus meyakini dia menang, itu kan sudah tidak sesuai realita. Itu sudah lebih berat lagi,” papar dr Ashwin.
Dalam banyak kondisi, stres juga berdampak pada kondisi fisik. Menurut dr Ashwin, banyak bukti bahwa stres bisa memperburuk kondisi komorbid seperti penyakit jantung dan pembuluh darah maupun berbagai gangguan metabolik.
“Stres juga bisa pengaruh terhadap lambung. Bukan bisa, sering bahkan. Stres meningkat, asam lambung meningkat,” jelas dr Ashwin.
Seseorang dengan gangguan mental, menurut dr Ashwin biasanya denial atau tidak mengakui kondisinya. Karenanya, anjuran untuk periksa atau berobat biasanya tidak akan efektif. Bantuan bisa diberikan dengan pendekatan mulai dari keluhan yang dirasakan, misalnya mengingatkan bahwa pola makannya berubah dan sebaiknya mencari pertolongan.
“Saya setuju bahwa pemilu itu seharusnya menyenangkan. Menegangkan, tapi juga menyenangkan. Ini hanya untuk 5 tahun ke depan,” kata dr Ashwin.
“Jalankan sebagai sebuah hak dan kewajiban konstitusional yang kita buat menyenangkan. Harapannya nanti prosesnya jadi tidak terlalu stressful, dan siapkan diri untuk menang ataupun kalah,” pesannya. (tim/twa)